<FONT FACE="georgia" color="yelow"> Adyatma Gandhi







Google








Pasang Iklan

ads ads ads

Rabu, 30 Juli 2008

Yadnya Sebagai Salah Satu Unsur Penyangga Dunia

Yadnya berasal dari urut kata "yaj" yang artinya memuja, berkorban. Kata "yaj" mengalami perubahan sesuai dengan peraturan bahasa sansekerta menjadi kata benda "Yajnya". Yajnya/yadnya adalah pengorbanan yang berdasarkan pada cinta kasih, keihklasan, pengabdian dan tidak mengikatkan diri pada hasilnya.

Yadnya berasal dari urut kata "yaj" yang artinya memuja, berkorban. Kata "yaj" mengalami perubahan sesuai dengan peraturan bahasa sansekerta menjadi kata benda "Yajnya". Yajnya/yadnya adalah pengorbanan yang berdasarkan pada cinta kasih, keihklasan, pengabdian dan tidak mengikatkan diri pada hasilnya.

Menurut Atarwa Weda XII.1.1, yadnya merupakan salah satu penyangga dunia, selain Satya, Rtam, Diksa, Tapo dan Brahma. Sehingga yadnya merupakan unsur penting dalam menumbuhkan spiritual dalam Agama Hindu, yang sangat perlu dilakukan oleh setiap Umat Hindu.

Tujuan Yadnya
1. Menyebar luaskan ajaran weda
2. Menyeberangkan atma untuk mencapai moksa
3. Menyampaikan permohonan kepada Hyang Widi
4. Menciptakan suasana kesucian penebusan dosa
5. Mencapai keseimbangan
6. Mendidik yang bersifat praktis tatalaku pengamalan agama.

Macam-macam Yadnya
1. Menurut Bhagawad Gita IV. 28 : Dravyayajnas (artha), Tapoyajna (pengendalian), Yogayajnas (pemusatan pikiran)

2. Menurut Menawa Dharmacastra III. 69 – 70 : Untuk menebus dosa yang ditimbulkan oleh panca indera, para maharsi menggariskan para Kepala Keluarga agar setiap harinya melakukan Panca
Yajna (Yajna bagi Brahmana, menghaturkan terpana dan air bagi Leluhur, upacara dengan minyak susu bagi para Dewa, Upacara Kali adalah korban untuk Bhuta, dan penerimaan tamu adalah untuk Manusia).

3. Menurut Agastya Parva.
Ada 5 Yajna : (1) Dewa Yajna adalah pemujaan dengan mempersembahkan minyak kkepada Bhattara Siwagni. (2) Rsi Yajna adalah penghormatan kepada para pendeta atau beliau yang mengetahui asal usul kelahiran ini. (3) Pitra Yajna adalah upacara kematian. (4) Bhuta Yajna adalah upacara tawur dan pemujaan terhadap tumbuh-tumbuhan maupun binatang (di Bali Tumpek Uduh dan Tumpek Kandang). Dan (5) Manusa Yajna adalah memberikan makan kepada orang lain.

4. Mmenurut Menawa Dharmacastra III.73.74
Ada 5 jenis yajna : (1) Ahuta adalah pengucapan doa dari Weda, (2) Huta persembahyangan Homa, (3) Prahuta adalah Upacara Bali yang dihaturkan diatas tanah kepada para Bhuta, (4) Brahmahuta menerima Brahmana secara hormat seolah-olah menghaturkan kepada api yang ada dalam tubuh Brahmana, dan (5) Prasita persembahan terpana kepada Pitara.

5. Menurut Bhagawad Gita XVII.11-14
Ada 3 jenis yajna : (1) Satwika adalah Yajna yang dihaturkan sesuai dengan sastra, oleh mereka yang tidak mengharapkan buahnya dan memang merupakan kewajiban, (2) Rajasika adalah Yajna yang dihaturkan sesuai dengan sastra, tetapi mengharapkan pahala dan untuk dipamerkan, (3) Tamasika adalah yajna yang tidak sesuai dengan sastra.

[+/-] Selengkapnya...

Sejarah Hindu di Bali

Pada waktu Raja Udayana memerintah di Bali sekitar abad X Masehi, masuknya budaya Hindu ke Bali mulai agak deras sampai pada zaman Majapahit sebagai puncaknya. Pura Bukit Dharma di Kutri, Desa Buruan, Blahbatuh ini sebagai salah satu buktinya.

Pada waktu Raja Udayana memerintah di Bali sekitar abad X Masehi, masuknya budaya Hindu ke Bali mulai agak deras sampai pada zaman Majapahit sebagai puncaknya. Pura Bukit Dharma di Kutri, Desa Buruan, Blahbatuh ini sebagai salah satu buktinya. Pura Bukit Dharma hasil budaya Hindu purbakala ini dapat dijadikan salah satu sumber untuk menelusuri proses pengaruh Hindu dari Jawa ke Bali. Gunapriya Dharma Patni yang roh sucinya (Dewa Pitara) distanakan di pura ini berasal dari Jawa Timur. Permaisuri Raja Udayana ini sangat besar pengaruhnya pada sang Raja sehingga namanya selalu disebutkan di depan nama Raja Udayana. Pelinggih utama pura ini juga disebut Gedong Pajenengan, tempat distanakan arca Durga Mahisasura Mardini. Upacara piodalan di pura ini setiap purnama sasih Kasa bersamaan dengan pujawali di Pura Semeru Agung di Lumajang, Jawa Timur.
Pura ini letaknya di puncak Bukit Kutri, Desa Buruan. Di areal bawah pura ini terdapat dua buah pura lagi. Pura yang paling bawah di pinggir jalan menuju kota Gianyar adalah Pura Puseh Desa Adat Buruan. Di atasnya Pura Pedharman. Naik dari Pura Padharman inilah letak Pura Bukit Dharma atau Pura Durga Kutri. Yang menarik dari keberadaan pura ini adalah distanakannya permaisuri Raja sebagai Dewi Durga.
Sejak Raja berpermaisurikan putri dari Jawa Timur ini pengaruh kebudayaan Hindu dari Jawa sangat kuat masuk ke Bali. Tanpa proses tersebut mungkin kebudayaan Hindu di Bali tidak semarak dan kaya dengan nilai-nilai kehidupan yang adiluhung seperti sekarang ini. Fakta sejarah menyatakan bahwa budaya agama Hindu masuk ke Jawa dari India telah berhasil menjadikan Jawa sebagai Jawa yang ada nilai plusnya.
Dari Jawa budaya agama Hindu masuk ke Bali menyebabkan Bali menjadi Bali yang plus. Agama Hindu telah berhasil menjiwai budaya setempat. Dengan demikian agama Hindu dapat menghasilkan kebudayaan Bali yang adiluhung. Hal itu dimulai dari masuknya bahasa Jawa Kuno ke Bali. Dengan demikian bahasa dan kesusastraan Jawa Kuno sangat kuat pengaruhnya membentuk kebudayaan Bali seperti sekarang ini.
Ramayana, Mahabharata dan berbagai cerita dan tutur-tutur dalam bahasa Jawa Kuno masuk dengan kuat dan halus ke Bali. Derasnya bahasa Jawa Kuno masuk ke Bali nampaknya disebabkan kesusastraan Jawa Kuno itu muatannya adalah ajaran agama Hindu. Di lain pihak masyarakat Bali saat itu sudah memeluk agama Hindu yang saat itu disebut agama Tirtha atau agama Siwa Budha. Agama Tirtha tersebut sumber ajarannya adalah kitab suci Weda dan kitab-kitab susastranya. Seni budaya Hindu yang berbahasa Jawa Kuno demikian digemari oleh masyarakat Bali.
Sampai saat ini orang awam akan menganggap kesusastraan Jawa Kuno itu sudah kesusastraan Bali. Sejak itulah Bali mengenal adanya seni sastra dari Jawa Kuno seperti Sekar Alit, Sekar Madya dan Sekar Agung. Andaikata Raja Udayana saat itu bersikap kaku tidak membolehkan budaya luar masuk Bali, keadaan Bali dapat dibayangkan. Mungkin orang Bali tidak kenal geguritan, wirama, kidung maupun kekawin.
Wirama (.mp3)
Geguritan memang berbahasa Bali pada umumnya, tetapi tembang-tembang seperti Semarandhana, Dhurma, Sinom, Ginanti, Megatruh dll. itu semuanya berasal dari kesusastraan Jawa Kuno atau sering disebut bahasa Kawi. Apalagi kekawin sepenuhnya adalah berbahasa Jawa Kuno. Lewat seni sastra Jawa Kuno inilah menjadi media untuk menanamkan ajaran agama Hindu melalui seni budaya. Dengan seni budaya itu umat Hindu di Bali dapat menyerap ajaran agama Hindu secara halus.
Derasnya pengaruh Hindu Jawa ke Bali sangat menonjol sejak zaman Raja Udayana memerintah Bali sampai zaman Kerajaan Majapahit berkuasa di Jawa sampai ke Bali. Keberadaan Gunapriya Dharma Patni itu dinyatakan dalam Prasasti Bebetin sbb: Aji Anak Wungsu nira kalih Bhatari lumahing Burwan Bhatara lumahing banyu weka.
Yang dimaksud Bhatari Lumahing Burwan tiada lain adalah ibunya Anak Wungsu yaitu Gunapriya Dharma Patni yang wafat dan distanakan roh sucinya di Burwan yaitu di Bukit Kutri, Desa Buruan. Prasasti ini berbahasa Jawa Kuno diperkirakan berada pada abad X Masehi. Seandainya Raja saat itu tidak berpikir luas dan melakukan proteksi pada kebudayaan asli Bali yang berlaku pada saat itu, mungkin di Bali kita tidak mengenal adanya Pesantian yang demikian marak sampai pada saat ini.
Keberadaan Arca Durga Mahisasura Mardini ini sangat erat kaitannya dengan cerita-cerita Purana dari India. Cerita ini memang sangat populer di kalangan umat Hindu di India dan di Bali. Diceritakan Dewi Parwati atau Dewi Uma berperang melawan raksasa. Raksasa itu sangatlah sakti dan sulit ditaklukkan. Karena itulah disebut Durga. Artinya sulit dicapai, karena raksasa itu sampai bisa bersembunyi di dalam tubuh seekor lembu atau Mahisa. Karena ada raksasa atau Asura di dalam tubuh lembu itu, maka ia disebut Mahisasura.
Dewi Parwati adalah Saktinya Dewa Siwa juga sangat sakti. Raksasa yang sulit ditaklukkan (Durga) itu karena kesaktian Dewi Parwati akhirnya dapat juga menaklukkan raksasa tersebut dengan pedangnya. Sejak dapat ditaklukannya Asura yang bersembunyi di tubuh Mahisa atau lembu itulah Dewi Parwati disebut Dewi Durga. Kemenangan Dewi Durga ini dirayakan setiap hari raya Dasara atau Wijaya Dasami sebagai hari raya Durgha Puja. Durgha Puja ini lebih menonjol di India Selatan.
Hari suci Wijaya Dasami umumnya dirayakan pada bulan April dan Oktober di India. Hari raya Wijaya Dasami juga merayakan kemenangan Sri Rama melawan Rahwana. Wijaya Dasami ini diperingati selama sepuluh hari. Seperti Galungan di Bali. Tiga hari melakukan Durga Puja, tiga hari berikutnya memuja Dewi Saraswati dan tiga harinya lagi memuja Laksmi.
Pada hari kesepuluh barulah dirayakan dengan perayaan yang meriah. Pada hari kesepuluh ini dipuja Dewa Ganesia dan Dewi Laksmi. Ini melambangkan bahwa kemenangan itu adalah terwujudnya rasa aman dan sejahtera. Dewa Ganesia lambang pemujaan Tuhan untuk mencapai rasa aman. Sedangkan pemujaan Dewi Laksmi lambang kesejahteraan.
Senjata-senjata yang dipegang oleh tangan Arca Durga Kutri itu adalah lambang senjata spiritual. Bukan lambang senjata untuk membunuh badan jasmaniah secara kejam dalam perang duniawi. Senjata itu adalah lambang senjata spiritual untuk membasmi kegelapan hati nurani membangun kesadaran rohani menuju kehidupan yang cerah.

[+/-] Selengkapnya...

Anggota DPR/MPR Raup Rp 80 Juta/bulan

Anggota DPR/MPR, bisa meraup pendapatan lebih dari Rp 80 juta per bulan. Hal tersebut terungkap dalam pengumuman kekayaan penyelenggara negara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK yang terletak di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (23/7) kemarin.



Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD yang juga mantan anggota DPR/MPR mengatakan, saat menjadi anggota DPR/MPR, dirinya bisa meraup pendapatan lebih dari Rp 80 juta per bulan. Hal tersebut terungkap dalam pengumuman kekayaan penyelenggara negara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK yang terletak di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (23/7) kemarin. "Pemasukan saya sewaktu menjadi anggota DPR/MPR mencapai Rp 86 juta per bulan," kata Mahfud MD.

Mahfud memaparkan, sebagai anggota DPR, pendapatan bulanannya sebesar Rp 48.600.000 yang terdiri atas gaji serta beragam tunjangan yaitu tunjangan komisi, fungsional, komunikasi intensif, listrik/telepon, dan penyerapan aspirasi. Sedangkan sebagai anggota MPR, lanjut Mahfud, pendapatannya adalah sebesar Rp 27.500.000 yang terdiri atas tunjangan jabatan dan honorarium kegiatan seperti sosialisasi ke daerah, rapim/rakor tim sosialisasi UUD.

Ia juga mengatakan, terdapat pendapatan insidental sebagai anggota DPR/MPR dalam hitungan setahun bila dirata-rata per bulan, yaitu uang kunker kolektif komisi empat kali setahun yang rata-rata per bulan Rp 1.650.000, uang kunker keluar negeri DPR satu kali setahun yang rata-rata per bulan Rp 3.700.000, dan uang kunker ke luar negeri MPR satu kali setahun yang rata-rata per bulan Rp 3.700.000. Selain itu, terdapat pula uang rapat konsinyasi untuk koordinasi dan sinkronisasi RUU inisiatif dengan rata-rata per bulan Rp 1.500.000.

Mahfud juga menuturkan, terdapat pula pendapatan yang tidak dapat dirata-ratakan per bulan antara lain dan bantuan pembelian mobil sebesar Rp 80 juta pada 2004 ketika tahun pertama dirinya menjabat sebagai anggota DPR.

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 15 Januari 2008


Hidup ini cuma sebentar

Sebentar Bahagia,
Sebentar Sedih,
Sebentar Marah,
Sebentar Senang,
Sebentar Punya Uang,
Sebentar Ga Punya Uang.

Hidup adalah REALITA


Jika Anda Ingin Tidak Dilupakan Orang
Setelah Anda Meninggalkan Almamater
Maka Tulislah Sesuatu Yang Patut Dibaca atau
Buatlah Sesuatu Yang Patut Diabadikan.

By Benjamin Franklin

[+/-] Selengkapnya...

Indonesia To Blog -Top Site
http://arenasimulasi.wordpress.com